Selasa, 10 Juni 2008

Oey Hay Djoen meninggalkan kita semua


Pagi hari Minggu yang cerah, sehabis olahraga jalan pagi HP-ku bergetar di saku. Rupanya ada sms dari sdr. Gustaaf Dupe : bung Hai Djoen meninggal tadi malam!

Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun!

Tidak lama kemudian beberapa sms masuk dengan isi berita yang sama, dan aku pun mulai mem-forward berita duka tsb kebeberapa teman,khawatir kalau-kalau diantara nmereka ada yang belum tahu atau mendengar. Berita ini kukirim pula ke Bandung,Tegal dan beberapa kota lain dimana ada teman-teman ex-tapol yg mengenal baik pak Jai Djoen.

Aku berfikir : pergi ke rumah duka di St.Carolus atau kerumah almarhum di Cibubur? Kakak ipar menelepon memberi tahu bahwa jenazah sudah dibawa ke Cibubur, jadi lebih baik langsung ke Cibubur saja. Setelah memesan karangan bunga dukacita atas permintaan sdr.Souw Kwat Sien di Tegal, kami berempat berangkat ke Cibubur : kakak ipar, isteri, anak perempuanku yang mantan sopir Busway dan aku sendiri.
Kami tidak perlu lama mencari rumah almarhum karena sudah beberapa kali ke sana mengantar tamu dari luar negeri yang ingin menemui beliau. Saat kami sampai dirumah duka,rumah keluarga Mado (putrinya), tenda sudah berdiri dan tamu sudah cukup banyak yang datang. Kamipun duduk membaur diantara para tamu,diantara ada Hersri Setiawan,Amarzan Ismail Hamid yang wartawan Tempo,penulis buku Martin Aleida,pelukis Salim,pelukis Amrus.
Sementara kami duduk,beberapa tamu lain berdatangan silih berganti : Jusuf Ishak, John Rossa,Hilmar Farid,Romo Sandhyawan dan beberapa ex tapol dari Buru yang pernah mendekam bersama di Unit Khusus bagi tapol "keras kepala". Jenazah disemayamkan diruang tamu dengan ditutup kain putih halus tembus pandang dan didalamnya kami bisa melihat jenazah alamarhum Oei Hai Djoen dalam setelan jas hitam lengkap.
Acara dirumah duka berlangsung dari sekitar jam 10.00 pagi dan berakhir jam 15.00 dan kami semua yang hadir duduk tenang mengikuti acara demi acara yang diselingi beberapa lagu pujaan bagi tanah air Indonesia dan menjelang akhir acara dinyanyikan pula lagu Internasinale,yang sempat membuat bulu kuduk merinding. Bung Martin Aleida sempat membacakan puisi karya Samanjaya (nama samaran almarhum),cucu-cucu almarhum juga memberikan kesaksian saat-saat meninggalnya almarhum di RS St.Carolus pada jam 24.00 lewat beberapa menit. Satu persatu rekan almarhum memberikan kesaksian tentang almarhum, a.l Hersri Setiawan, Amarzan Ismail Hamid, Filmar Farid, Ishak Jusuf, Dolorosa Sinaga yang sanggarnya sering dipakai pertemuan atau peluncuran buku hasil terjemahan almarhum,seorang teman masa muda dari Malang yang juga teman sekolah almarhum.
Pada hari Sabtu sore almarhum jatuh tidak sadarkan diri dan segera dilarikan ke RS St.Carolus dan akhirnya menghembuskan nafas yang penghabisan akibat dari adanya penyumbatan pada otak sebelah kiri. Aku masih ingat pesan almarhum setiap kali bertemu : jangan loyo, bersemangat terus, belajar, jujur dan berani! Aku teringat saat-saat kami bersama di pulau Buru, dimana almarhum juga sibuk menerjemahkan buku tentang akupunktur. Teringat pula saat almarhum bersama DR.Soeprapto SH mendukung diriku saat aku dapat gelar : Ir Gendeng, pada saat teman-teman banyak yang se baliknya mencerca. Almarhum tidak henti-hentinya duduk dibelakang komputer menerjemahkan buku dan hasil terbesar adalah tiga jilid buku "Das Kapital" - karya besar yang dengan tekun diterjemahkan oleh almarhum. Masih melekat dalam benak "gaya"-nya saat menghadiri pameran lukisan para pelukis ex-tapol di Taman Ismail Marzuki (TIM). Almarhum hadir dengan pakaian cukup nyentrik : celana pendek,topi warna hitam dan tongkat! Khas gaya seniman dan memang almarhum sebelum ditahan adalah fungsionaris Lekra dan anggota DPRD mewakili PKI.
Almarhum bebas dari pulau Buru pada bulan Desember 1979 dalam rombongan kecil terdiri dari 40 tapol terakhir dari Buru,bersama a.l Pramoedya Ananta Toer - mereka-mereka adalah "kerak" pulau Buru! Ada satu ucapan dia yang masih jadi tanda tanya bagiku :"Tanggal 01 Okto
ber aku disuruh bung Aidit menemui Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan menanyakan : G-30-S ini apa?"
Pak Oei Hai Djoen telah tiada,tetapi semangatnya memang patut kita teladani dan kita jaga.
Pak Oei yang tegas,yang bicara blak-blakan,telah pergi meninggalkan kita semua! Selamat jalan kawan!

Jenazah akan dimakamkan besok di Taman Pemakaman Umum Pondok Rangon pada jam 13.00.
Tahukah anda apa artinya? Pondok Rangon adalah Pemakaman Umum yang selalu dimanfaatkan Rezim Orba untuk mengubur mereka-mereka yang jadi korban kekejaman Orba : para korban peristiwa Tanjung Priok. Ratusan korban kerusuhan Mei 1998 yang hangus terbakar dan tidak bisa dikenali lagi. Semua mereka mendapat tempat di Pondok Rangon Keluarga pak Oei Hay Djoen juga memilih tempat ini (atau ini pesan almarhum?).
Sampai-sampai jasadnyapun ingin bersatu dengan mereka - "para martyr" (istilah pembawa acara) yang merupakan korban kekejaman Rezim Orde Baru

Djoko Sri Moeljono

Tidak ada komentar: